Rabu, 20 Mei 2009

Kikis Elitisme Sekolah Standar Sarana dan Prasarana Pacu Mutu Pendidikan

Sumber : http://www.lazuardi-gis.net/Articles%20old/articles1206/06a.htm

Jakarta, Kompas, 5 Desember 2006

Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan yang diujipublikkan di Jakarta, Sabtu dan Minggu (3/12), diharapkan memacu pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan. Salah satu hal mendasar yang distandarkan menyangkut jumlah rombongan belajar berikut jumlah peserta didik.

Pematokan jumlah rombongan belajar dengan sendirinya mengikis elitisme sekolah. Sekolah yang telanjur maju dan berkembang tidak lagi seenaknya menerima siswa sebanyak mungkin. Sebaliknya, sekolah yang tertinggal berpeluang menerima siswa lebih banyak lagi agar bisa maju dan berkembang.

Pematokan rombongan belajar dan jumlah siswa tercermin pada komponen lahan dan bangunan sekolah. Antara lain ditetapkan bahwa jumlah rombongan belajar SD/MI maksimal 24 kelas, masing-masing 28 siswa. Untuk SMP/MTs dipatok maksimal 24 rombongan belajar (kelas), masing-masing 32 siswa. Adapun untuk SMA/MA rombongan belajar dipatok maksimal 24-27, masing-masing 32 siswa.

"Fenomena elitisme sekolah perlu dikikis. Kita berharap tidak ada lagi kisah bahwa sekolah yang maju kian maju, dan sekolah yang gurem makin tertinggal," ujar Edy Tri Baskoro, anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), yang mengoordinasi penyusunan standar tersebut.

Penjelasan Edy tersebut menggarisbawahi masukan-masukan yang dilontarkan oleh para peserta uji publik. Dalam diskusi kelompok, peserta yang terdiri atas unsur birokrat, dewan pendidikan, pengelola sekolah, LSM penggiat pendidikan, dan pers, terungkap fenomena elitisme sekolah. Sekolah yang favorit cenderung membuka kuota siswa baru sebanyak-banyaknya. Akibatnya, sekolah yang tertinggal cenderung menyusut siswanya.

Terungkap bahwa penumpukan siswa di sekolah tertentu dan penyusutan siswa di sekolah lainnya membuat kian senjangnya mutu pendidikan. Sebab, sekolah yang dihuni banyak siswa cerdas cenderung jadi unggulan. Sebaliknya, sekolah yang dihuni siswa yang tidak cerdas menjadi sulit berprestasi.

Danny Meirawan, Ketua Tim Ahli Standar Sarana dan Prasarana BSNP, menilai bahwa penyebaran siswa yang cerdas dengan tingkat ekonomi yang beragam ke berbagai sekolah diperlukan untuk mendinamisasi iklim pembelajaran. "Selain memeratakan potensi sumber penghasilan sekolah, penyebaran siswa yang cerdas ke berbagai sekolah juga akan memacu atmosfer pembelajaran yang baik di sekolah-sekolah lainnya," tutur Danny.

Sekretaris BSNP Suharsono mengatakan, masukan dari pemangku kepentingan kelak menyempurnakan draf yang sudah disusun oleh tim ahli BSNP sejak April 2006. Selanjutnya, hasil finalisasi akan direkomendasikan untuk dikuatkan melalui Peraturan Mendiknas.

"Standar ini tidak serta-merta berlaku pada semua sekolah. Ada masa transisi lima-enam tahun untuk menyesuaikan dengan standar ini," ucapnya.

Hal lain yang terstandarkan adalah ruang perpustakaan, laboratorium, tempat berolahraga, bengkel kerja, tempat bermain, serta sumber belajar lain yang menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi komunikasi/informasi. (NAR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar