Selasa, 19 Mei 2009

Sistem Semester dan Kelas Percepatan

Sumber : http://arsip.pontianakpost.com

PERUBAHAN sistem pembelajaran dari program catur wulan (cawu) ke program semester yang mulai diberlakukan tahun pelajaran 2002/2003 (sesuai Surat Keputusan Mendiknas Nomor 084/U/2002, tertanggal 4 Juni 2002), sebenarnya tidak berdampak besar pada sistem persekolahan kita. Beberapa alasan mengapa sistem cawu harus diubah, yang disampaikan saat itu-antara lain-untuk menghilangkan (mengurangi) stres anak, memberikan rentang waktu belajar yang lebih panjang, dan efisiensi dana. Kalaupun ada perubahan, setidaknya hanya masalah buku pembelajaran serta agenda dan target yang harus disesuaikan dengan proses yang terkait.
Dari uraian tersebut, yang menarik diperbincangkan adalah munculnya wacana baru tentang semakin gencarnya promosi dari beberapa sekolah khusus yang menawarkan program kelas percepatan (akselerasi) sebagai salah satu sarana mengangkat para peserta didik (yang dianggap mumpuni) untuk loncat kelas/perhatian khusus [sesuai dengan UU Sistem Pendidikan tahun 1989, pasal 8 ayat (2)], sedikit banyak menunjukkan titik terang.
Dengan memakai model (sistem) semester, yang teknis penyelesaian evaluasinya setiap enam bulan sekali, bisa memudahkan pengembangan proses pembelajaran bagi peserta didik yang menempuh program kelas percepatan. Alasannya adalah pemakaian (bertolak ukur) dengan efisiensi waktu yang rentang waktunya lebih panjang dan kemudahan pada pengaturan evaluasi. Dengan pemakaian rentang waktu yang lebih panjang dan dimanfaatkan dengan kegiatan yang maksimal, tidak menutup kemungkinan akan mencapai nilai dan substansi yang sesuai sasaran, sehingga mencapai produk yang maksimal dan proses pembelajaran yang sistemik dan sistematis.
Apalagi bila kita mau memandang bahwa tiap anak (peserta didik) sebagai individu memiliki kemampuan dan daya serap yang berbeda. Penggunaan waktu yang efisien ini akan sangat bermanfaat dalam proses penyampaian menu pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang mesti dikuasainya.
Jika ada peserta didik yang hanya perlu waktu 9-10 bulan untuk menguasai secara tuntas materi pembelajaran (yang tentunya tidak hanya pengetahuan saja), mengapa harus menunggu satu tahun? Jika si Fulan memiliki nilai rata-rata baik untuk mata pelajaran eksakta, tetapi lemah pada mata pelajaran bahasa, apakah akhirnya anak tersebut terpaksa tinggal kelas dan harus mengulang seluruh mata pelajaran di kelas semula? Betapa ini merupakan tindakan yang konyol bila dikaitkan dengan nilai efektif dan efisien yang telah penulis singgung di atas. Mengapa ia tidak diberi pengayaan pada mata pelajaran bahasa saja sebagai pelajaran yang harus diulang, sedangkan mata pelajaran yang telah dituntaskan bisa langsung ditambahkan pada kelas di atasnya?

PENERAPAN sistem semester juga bisa dipakai sebagai terminal mengukur ketuntasan belajar peserta didik hingga dimungkinkan anak lulus pada pertengahan tahun, sama seperti sistem yang dipakai di perguruan tinggi. Dengan demikian, ada peserta didik yang mampu menuntaskan proses pembelajarannya kurang dari standar yang ditentukan pemerintah, sebaliknya yang tidak mampu bisa lebih dari standar tadi. Misalnya, jenjang SLTP/SMU yang seharusnya tiga tahun bisa diselesaikan oleh anak pandai menjadi dua tahun atau dua setengah tahun.
Kelebihan lain, anak selaku peserta didik mendapat fasilitas optimal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tanpa beban berat. Ini sangat menguntungkan bagi anak yang memiliki kemampuan lebih, sehingga dapat menyelesaikan proses belajarnya lebih cepat, dan tentu saja akan sangat menguntungkan bagi para orangtua siswa. Karena, kalau kita melihat sistem belajar yang baru, kini bukan zamannya lagi memperlakukan siswa dan menganggap siswa sama rasa dan sama rata. Anak harus dilayani sesuai hakikat keberbedaannya, irama, serta kecepatan belajarnya.

Sebagai penutup, dengan penerapan sistem semester sekaligus mengakomodasi kepentingan dari model kelas percepatan di satu sekolah, sudah sepatutnya diberlakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar